Rabu, April 14, 2010

Cara mendeteksi anak Disgrafia

Kesulitan belajar pada anak, bila tidak dideteksi secara dini dan tidak dilakukan terapi yang benar, bisa menyebabkan kegagalan dalam proses pendidikan anak. Kepedulian orang tua yang tinggi dapat membantu dalam deteksi dini kesulitan belajar anak.

Riwayat penyakit terdahulu, seperti anak pernah mengalami sakit keras hingga demam tinggi, atau anak terlahir prematur, merupakan faktor risiko terjadinya kesulitan belajar. Gangguan berat akan mudah teridentifikasi, sehingga dapat terdeteksi pada usia dini. Sedangkan pada anak dengan gangguan ringan, mungkin baru teridentifikasi saat usia sekolah.

Peran dokter anak pada gangguan kesulitan belajar, terutama ditujukan untuk mendeteksi tumbuh kembang anak sesuai dengan tahapan usianya. Umumnya, anak yang berusia 2 atau 3 tahun belum belajar menulis, namun telah menyukai kegiatan menulis walaupun hanya sekadar coretan yang belum bermakna. Ketika memasuki usia sekolah, kegiatan menulis merupakan hal yang menyenangkan karena mereka menyadari bahwa anak yang bisa menulis akan mendapatkan nilai baik dari gurunya.

Menulis membutuhkan perkembangan kemampuan lebih lanjut dari membaca. Perkembangan yang dikemukakan oleh Temple, Nathan, Burns; Cly: Ferreiro dan Teberosky dalam Brewer (1992) oleh Rini Hapsari:

Scribble stage. Tahap ini ditandai dengan mulainya anak menggunakan alat tulis untuk membuat coretan. Sebelum ia belajar untuk membuat bentuk, huruf yang dapat dikenali.

Linear repetitive stage. Pada tahap ini, anak menemukan bahwa tulisan biasanya berarah horisontal, dan huruf-huruf tersusun berupa barisan pada halaman kertas. Anak juga telah mengetahui bahwa kata yang panjang akan ditulis dalam barisan huruf yang lebih panjang dibandingkan dengan kata yang pendek.

Random letter stage. Pada tahap ini, anak belajar mengenai bentuk coretan yang dapat diterima sebagai huruf dan dapat menuliskan huruf-huruf tersebut dalam urutan acak dengan maksud menulis kata tertentu.

Letter name writing, phonetic writing. Pada tahap ini, anak mulai memahami hubungan antara huruf dengan bunyi tertentu. Anak dapat menuliskan satu atau beberapa huruf untuk melambangkan suatu kata, seperti menuliskan huruf depan namanya saja, atau menulis "bu" dengan sebagai lambang dari "buku".

Transitional spelling. Pada tahap ini, anak mulai memahami cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan ejaan yang berlaku umum. Anak dapat menuliskan kata yang memiliki ejaan dan bunyi sama dengan benar, seperti kata "buku", namun masih sering salah menuliskan kata yang ejaannya mengikuti cara konvensional dan tidak hanya ditentukan oleh bunyi yang terdengar, seperti hari "sabtu" tidak ditulis "saptu", padahal kedua tulisan tersebut berbunyi sama jika dibaca.

Conventional spelling.

Pada tahap ini, anak telah menguasai cara menulis secara konvensional, yaitu menggunakan bentuk huruf dan ejaan yang berlaku umum untuk mengekspresikan berbagai ide abstrak.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam hal penanggulangan Disgrafia

Mengidentifikasi masalah disgrafia, terdiri dari:

masalah penggunaan huruf kapital,
ketidakkonsistenan bentuk huruf,
alur yang tidak stabil (tulisan naik turun), dan
ukuran dan bentuk huruf tidak konsisten.


Menentukan ZPD pada masing-masing masalah tersebut.
ZPD untuk kesalahan penggunaan huruf kapital.
ZPD untuk ketidakkonsistenan bentuk huruf.
ZPD untuk ketidakkonsistenan ukuran huruf.
ZPD untuk ketidakstabilan alur tulisan.


Merancang program pelatihan dengan teknik scaffolding. Teknik scaffolding dalam pelatihan ini meliputi tahapan sebagai berikut.
Memberikan tugas menulis kalimat yang didiktekan orang tua/guru.
Bersama-sama dengan siswa mengidentifikasi kesalahan tulisan mereka.
Menjelaskan mengenai pelatihan dan ZPD masing-masing permasalahan.
Menjelaskan kriteria penulisan yang benar dan meminta anak menyatakan kembali kriteria tersebut.
Memberikan latihan menulis dengan orang tua/guru memberikan bantuan.
Mengevaluasi hasil pekerjaan siswa bersama-sama dengan anak.
Memberikan latihan menulis dengan mengurangi bantuan terbatas pada kesalahan yang banyak dilakukan anak.
Mengevaluasi hasil pekerjaan bersama-sama dengan anak.
Memberikan latihan menulis tanpa bantuan orang tua/guru.
Mengevaluasi pekerjaan anak.

Pelatihan tersebut diulang-ulang pada tiap-tiap kesalahan disgrafia yang dialami anak hingga terdapat perubahan.

Disleksia

Disleksia adalah gangguan belajar yang dialami anak dalam hal membaca dan menulis. Anak dengan disleksia melihat tulisan seolah campur aduk, sehingga sulit dibaca dan sulit diingat. Mungkin, kalimat seperti, “Liburan sekolah tahun lalu Andi ikut ayah ke kampung halamannya” akan terlihat oleh anak-anak ini: “Liran sekah tan llu ndi it Aah ke kaung halanya” atau “LiburansekolahtahunlaluAndiikutayahkekampunghalamannya”.

Wah, apa sebenarnya yang terjadi dalam cara kerja otak mereka? Apakah mereka bodoh? Ternyata, mereka bukan mengalami keterlambatan intelektual. Ilmuwan jenius Albert Einstein konon pernah mengalami hal ini, begitu pun aktor ganteng Tom Cruise! Gangguannya memang terjadi di otak ketika pesan yang dikirim tercampur aduk, sehingga sulit dipahami. Anak dengan gangguan ini sering frustrasi dan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

Anak dengan disleksia umumnya memulai masa sekolah dengan baik-baik saja. Masalah baru muncul ketika tugas membaca semakin banyak di tingkat kelas yang lebih tinggi. Umumnya guru akan mengatakan anak-anak ini sebenarnya cerdas, tapi sulit sekali membaca.

Bila anak mengalami gangguan belajar semacam ini, segera periksakan ke psikolog atau psikiater, sehingga bisa ditentukan penanganannya. Terapis akan membantu anak membuat aktivitas membaca jadi lebih mudah. Anak akan diajari cara baru untuk mengingat bunyi huruf seperti ‘p’ dan ‘b’ yang hampir mirip bunyinya. Anak juga akan diajari merapatkan kedua bibir untuk menghasilkan bunyi tersebut. Cara-cara seperti ini akan membantu anak membaca lebih mudah.

Sekarang ini bahkan sudah ada program komputer yang membantu anak untuk belajar tentang bunyi suatu huruf. Sementara itu, di sekolah anak-anak ini boleh menggunakan alat perekam untuk merekam penjelasan guru daripada mencatat. Di rumah, anak-anak ini butuh waktu ekstra untuk mengerjakan PR dan butuh pendamping untuk membantu kesulitan yang mereka temui.

MEMBANTU ANAK DISGRAFIA


Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak dengan gangguan ini. Di antaranya:

1. Pahami keadaan anak
Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat saja. Atau bisa juga orang tua
meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.

2. Menyajikan tulisan cetak
Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Ajari dia untuk menggunakan alat-alat agar dapat mengatasi hambatannya. Dengan menggunakan komputer, anak bisa memanfaatkan sarana korektor ejaan agar ia mengetahui kesalahannya.

3. Membangun rasa percaya diri anak
Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kesabaran orang tua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

4. Latih anak untuk terus menulis
Libatkan anak secara bertahap, pilih strategi yang sesuai dengan tingkat kesulitannya untuk mengerjakan tugas menulis. Berikan tugas yang menarik dan memang diminatinya, seperti menulis surat untuk teman, menulis pada selembar kartu pos, menulis pesan untuk orang tua, dan sebagainya. Hal ini akan meningkatkan kemampuan menulis anak disgrafia dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

CIRI-CIRI Disgrafia

CIRI-CIRI

Ada beberapa ciri khusus anak dengan gangguan ini. Di antaranya adalah:

1. Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.

2. Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.

3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.

4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.

5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.

6. Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis.

7. Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.

8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.

DISGRAFIA


Kelainan neurologis ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka.

Kesulitan dalam menulis biasanya menjadi problem utama dalam rangkaian gangguan belajar, terutama pada anak yang berada di tingkat SD. Kesulitan dalam menulis seringkali juga disalahpersepsikan sebagai kebodohan oleh orang tua dan guru. Akibatnya, anak yang bersangkutan frustrasi karena pada dasarnya ia ingin sekali mengekspresikan dan mentransfer pikiran dan pengetahuan yang sudah didapat ke dalam bentuk tulisan. Hanya saja ia memiliki hambatan.

Sebagai langkah awal dalam menghadapinya, orang tua harus paham bahwa disgrafia bukan disebabkan tingkat intelegensi yang rendah, kemalasan, asal-asalan menulis, dan tidak mau belajar. Gangguan ini juga bukan akibat kurangnya perhatian orang tua dan guru terhadap si anak, ataupun keterlambatan proses visual motoriknya.

CARA PENANGGULANGAN Diskalkulia

Diagnosa diskalkulia harus dilakukan oleh spesialis yang berkompeten di bidangnya berdasarkan serangkaian tes dan observasi yang valid dan terpercaya. Bentuk terapi atau treatment yang akan diberikan pun harus berdasarkan evaluasi terhadap kemampuan dan tingkat hambatan anak secara detail dan menyeluruh.

Bagaimanapun, kesulitan ini besar kemungkinan terkait dengan kesulitan dalam aspek-aspek lainnya, seperti disleksia. Perbedaan derajat hambatan akan membedakan tingkat treatment dan strategi yang diterapkan. Selain penanganan yang dilakukan ahli, orang tua pun disarankan melakukan beberapa latihan yang dapat mengurangi gangguan belajar, yaitu:

1. Cobalah memvisualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti, dengan menggunakan gambar ataupun cara lain untuk menjembatani langkah-langkah

atau urutan dari proses keseluruhannya.

2. Bisa juga dengan menyuarakan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta si anak mendengarkan secara cermat. Biasanya anak diskalkulia tidak mengalami kesulitan dalam memahami konsep secara verbal.

3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas agar anak mudah melihatnya dan tidak sekadar abstrak. Atau kalau perlu, tuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.

4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktek serta aktivitas sederhana sehari-hari. Misalnya, berapa sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.

5. Sering-seringlah mendorong anak melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah menampilkan ingatannya tentang angka.

6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan atau bahkan usaha yang dilakukan oleh anak.

7. Lakukan proses asosiasi antara konsep yang sedang diajarkan dengan kehidupan nyata sehari-hari, sehingga anak mudah memahaminya.

8. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dan orang tua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuan anak. Misalnya, guru memberi saran tertentu pada orang tua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, serta latihan yang disarankan.

FAKTOR PENYEBAB Diskalkulia

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi gangguan ini, di antaranya:

1. Kelemahan pada proses penglihatan atau visual
Anak yang memiliki kelemahan ini kemungkinan besar akan mengalami diskalkulia. Ia juga berpotensi mengalami gangguan dalam mengeja dan menulis dengan tangan.

2. Bermasalah dalam hal mengurut informasi
Seorang anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya juga akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, maka anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja, serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat kembali hal-hal detail.

3. Fobia matematika
Anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika bisa kehilangan rasa percaya dirinya. Jika hal ini tidak diatasi segera, ia akan mengalami kesulitan dengan semua hal yang mengandung unsur hitungan.

DISKALKULIA

CIRI-CIRI

Inilah beberapa hal yang bisa dijadikan pegangan:

1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah seringkali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.

2. Sulit melakukan hitungan matematis. Contoh sehari-harinya, ia sulit menghitung transaksi (belanja), termasuk menghitung kembalian uang. Seringkali anak tersebut jadi takut memegang uang, menghindari transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.

3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlah, mengurangi, membagi, mengali, dan sulit memahami konsep hitungan angka atau urutan.

4. Terkadang mengalami disorientasi, seperti disorientasi waktu dan arah. Si anak biasanya bingung saat ditanya jam berapa sekarang. Ia juga tidak mampu membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.

5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Misalnya, ia bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.

6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka, seperti proses substitusi, mengulang terbalik, dan mengisi deret hitung serta deret ukur.

7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit memahami notasi, urutan nada, dan sebagainya.

8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan sistem skor.

Tentang Chy

Foto saya
Chyntia Harli Berjilbab Kelahiran 1990 & Ship Kuda @ChynHrl Facebook.com/chyntia.harl